Pada Kamis, 23 Oktober 2025, Chairul Tanjung—pengusaha dan pendiri Trans Corp yang menaungi stasiun televisi Trans7—mengunjungi Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri.
Tujuan utamanya: sowan dan meminta maaf secara langsung kepada KH Anwar Manshur (pengasuh pesantren) atas program televisi “Xpose Uncensored” yang ditayangkan pada 13 Oktober 2025 dan menuai kritik tajam dari kalangan pesantren.
Dalam pertemuan tersebut, Chairul Tanjung menyampaikan komitmen untuk melakukan perbaikan internal: menghentikan tayangan yang dianggap menyinggung budaya pesantren, memecat pihak yang bertanggung jawab, dan menjanjikan program baru yang menampilkan peran pesantren secara positif.
Makna Strategis dari Kunjungan Ini
Kunjungan ini bukan sekedar momen permohonan maaf belaka. Ada beberapa makna strategis yang bisa digali:
1. Pengakuan Peran dan Martabat Pesantren
Dengan secara terbuka sowan ke pesantren dan pengasuhnya, Chairul Tanjung menunjukkan bahwa pesantren—khususnya Lirboyo yang berada di tradisi Nahdlatul Ulama (NU)—memiliki posisi strategis dalam lanskap sosial-keagamaan Indonesia. Validasi semacam ini penting karena seringkali media massa dan konten publik mengabaikan kedalaman kultural dan religius pesantren dalam narasi mereka.
2. Kerjasama Media dan Dunia Pesantren
Langkah komitmen untuk memperbaiki konten dan bahkan menghadirkan program khusus bertema pesantren (misalnya “Pesantren ke Pesantren”) menandakan adanya ruang baru bagi kolaborasi antara media besar dengan institusi pesantren. Ini membuka peluang agar cerita-pesan pesantren dapat dikelola secara lebih adil, seimbang dan kontekstual.
3. Respons Terhadap Kritik Publik
Program Xpose Uncensored yang memicu protes menunjukkan ketegangan yang muncul saat narasi massa kurang menghormati tradisi pesantren. Kunjungan ini adalah bentuk tanggapan simbolik dan praktis bahwa pihak media besar menyadari dampak sosial dari konten mereka dan bersedia bertanggung jawab.
4. Peluang Penguatan Nilai Aswaja dan Moderasi Keagamaan
Karena Lirboyo merupakan salah satu pesantren besar yang berbasis tradisi NU—yang menegakkan ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah—maka kehadiran tokoh media seperti Chairul Tanjung memberikan kesempatan untuk mengangkat narasi moderasi keagamaan ke level yang lebih luas. Dengan sentuhan media, nilai-nilai keagamaan yang inklusif dapat dipopulerkan sebagai bagian dari budaya bangsa.
Tantangan Setelah Kunjungan Chairul Tanjung
Tentunya kunjungan ini juga menyisakan tantangan realisasi agar tidak sekadar simbolis:
- Apakah komitmen media tadi akan benar-benar diimplementasikan secara konsisten? Pemberhentian satu tayangan saja belum cukup jika budaya produksi konten tidak berubah.
- Bagaimana pesantren dan masyarakat akar rumput bisa ikut berperan aktif tidak hanya sebagai objek media, tapi sebagai mitra dalam produksi dan narasi?
- Apakah ruang-ruang dialog antara institusi keagamaan, pesantren, dan media massa akan dijadikan mekanisme rutin, bukan hanya momen insidental pasca konflik?
- Bagaimana masyarakat luas—termasuk non-NU—mendapat akses terhadap produk konten yang menghormati tradisi pesantren sehingga narasi yang kaku atau eksklusif dapat diimbangi?
Kunjungan Chairul Tanjung ke KH Anwar Manshur di Pesantren Lirboyo sejatinya adalah titik temu penting antara dunia media-korporasi dengan tradisi pesantren. Ia menandakan bahwa perubahan narasi keagamaan, penghormatan terhadap tradisi pesantren, dan tanggung jawab media adalah bukan sekadar wacana, tetapi bisa diwujudkan.
Nilai paling besar dari peristiwa kunjungan ini, sebagai rentetan dari tayangnya program Xposed Uncensored yang menghina kyai dan pesantren, adalah kesempatan untuk memperkuat moderasi keagamaan, memperluas pemahaman publik terhadap pesantren sebagai lembaga pendidikan dan sosial yang relevan, serta menata ulang hubungan antara media dan institusi keagamaan agar lebih produktif, adil dan kontekstual.
Jika komitmen yang dijanjikan benar-benar dijalankan, maka kunjungan ini bisa menjadi awal baru bagi narasi Islam Nusantara yang moderat dan inklusif, yang menghormati tradisi pesantren serta mampu hadir secara positif dalam ruang publik dan digital. (Gus Damas Alhasy/SN)
Catatan Redaksi:
Tulisan ini ditujukan sebagai refleksi terhadap momentum kunjungan Chairul Tanjung ke kediaman KH. Anwar Manshur Lirboyo Kediri, agar tidak hanya menjadi berita sesaat, tetapi juga menjadi pijakan untuk dialog media-keagamaan yang lebih konstruktif.
