Assalamu alaikum wr. wb.
Hadrotal mukarromin wal muhtaromin, para alim, para ulama, para umaro, yang barokah ilmu dan kebajikannya semoga terus mengalir kepada kami, para generasi muda.
Yang terhormat dewan juri dan semua ustadz dan ustadzah pendamping. Dan tak lupa kepada rekan-rekan santri seperjuangan yang saya cintai yang insyaallah dirahmati oleh Allah SWT.
Pertama, marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT dengan mengucapkan lafadz Alhamdulillahirabbil ‘alamin atas limpah rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya kepada kita semua sehingga kita bisa bermuajahah di majelis ini yang penuh barokah ini dalam keadaan sehat wal ‘afiat. Selanjutnya, sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW. Semoga kita semua mendapat syafa’at nya fi yaumil qiyamah kelak. Amin..amin..Ya Robbal ‘Alamin.
Baiklah, hadirin rahimakumullah.
Pada kesempatan yang baik ini, saya sebagai peserta lomba akan menyampaikan pidato yang berjudul “Tantangan Santri di Era Digital”
Kita semua menyadari, zaman semakin canggih ini, kemajuan zaman yang ditandai dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi berlangsung begitu pesatnya. Sebagai seorang santri, kita harus mampu beradaptasi dan melakukan ikut andil dalam perubahan ini. Santri harus bisa menjadi “agent of change’, santri dituntut untuk memiliki intelektualitas yang tinggi dan wawasan yang luas sehingga santri bukan sekedar bisa ngaji dan muncul menjadi agen perubahan.
Untuk itu, selain menekuni kajian keagamaan, seperti ngaji kitab kuning, belajar moral, tatakrama, dan tawadhu’, santri juga harus bisa mengimbangi dengan menggali minatnya untuk mempelajari ilmu pengetahuan umum, teknologi dan IT. Santri milenial harus memahami apa itu era revolusi industri 4.0 atau 5.0.
Ini bukan sekedar ajakan atau himbauan, tetapi adalah kewajiban bagi kita, santri, untuk mengeksplorasi diri dan terbuka dengan segala perubahan yang terjadi saat ini dan terlibat di dalamnya.
Kita tentu merasakan betapa sulitnya menjadi santri di era milenial ini. Tantangan era revolusi industri 4.0, yang saat ini sudah memasuki 5.0 ini tidaklah ingan. Perkembangan teknologi begitu pesat dimana dampaknya juga begitu mengerikan karena merusak kehidupan kita. Sebagai contoh, hadirnya media sosial kerap kali membuat santri terjerumus kedalam pergaulan bebas, lupa batas. Sebagai santri, kita hanya punya 2 pilihan: beradaptasi atau mati.
Di luar sana, generasi muda berlomba dengan ketat untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi agar kelak mereka bisa menjadi pemimpin di bidangnya masing-masing.
Hadirin rahimakumullah.
Dengan keadaan kita yang seperti ini, dengan sistem pendidikan di pesantren yang seperti ini, atau dengan gaya kita belajar yang seperti ini, yang biasa-biasa saja; Apakah mungkin kita mampu bertahan di era revolusi industri 5.0? Formula apa yang harus didimiliki oleh santri milenial untuk menghadapi era ini?
Pada kesempatan ini, saya akan berbagi ide atau gagasan bagaimana kita sebagai santri mampu beradaptasi di era canggih saat ini. Ada formula rahasia untuk menghadapi era revolusi industri 5.0 ini, dan saya sudah merangkumnya dalam 4 C, yakni Critical Thinking, Creativity, Collaboration, dan yang terakhir Communication.
Pertama, critical thinking. Santri harus bisa berfikir kritis untuk melihat perkembangan dunia luar. Kita harus menggali ilmu secara lebih luas dan mendalam namun tetap sebagai seorang santri, yaitu berpegang teguh pada aqidah dan prinsip-prinsip Islam yang telah ditanamkam pada kita dari pesantren.
Kedua, creativity. Kreativitas harus menjadi nilai keseharian kita dengan cara selalu penasaran untuk membuat terobosan-terobosan dan menemukan hal-hal yang baru, terutama yang bernilai ekonomis. Hal ini penting karena akan menstimulasi diri kita untuk berdaya dalam bidang industri.
Yang ketiga, collaboration. Sebagai seorang santri kita faham bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang Allah ciptakan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku. Seperti firman Allah dalam surah Al-Hujurat:13 yang berbunyi:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
So, memiliki jaringan luas serta saling bekerjasama dan bersinergi, berkolaborasi menyatukan potensi dengan sesama adalah bentuk nyata implementasi dari ayat tersebut.
Dan formula yang terakhir adalah, communication. Komunikasi merupakan salah satu kunci sukses dalam hidup ini. Banyak sekali konflik muncul karena adanya miscommunication atau kesalahpahaman. Apalagi kita sebagai santri, dalam menyampaikan gagasan atau ide, santri haruslah memiliki retorika komunikasi yang handal sehingga apa yang kita sampaikan tidak saja berisi tetapi juga menarik dan mudah difahami.
Itulah senjata rahasia untuk menghadapi era revolusi industri 4.0 atau 5.0. Senjata rahasia yang insya Allah tetap dalam rambu-rambu Islami, dan tidak melangkahi aqidah yang telah dibangun oleh para guru dan masyayih kita di pondok pesantren.
Hadirin rahimakumullah.
Apapun kondisinya, betapapun mempelajari teknologi adalah wajib, santri harus tetap menomorsatukan adab. Santri harus menjadi akhlak sebagai hal yang terpenting dari apapun. Mau sarjana S1, mau kaya raya seperti Qarun, mau pintar seperti Albert Ainstein, tetap… akhlaq nomor satu, yang paling utama.
Intinya, datangnya era digital tidak bisa dielakkan. Kemajuan IT juga tidak bisa kita hindari. Untuk itu kita harus memegang prinsip, sebagai prinsip yang dijunjung tinggi oleh Nahdlatul Ulama, yaitu:
اَلْمُحَاَفَظَةُ عَلَى اْلقَدِيْمِ الصَّالِحِ وَالأَخْذُ باِلجَدِيْدِ الأَصْلَحِ
”memelihara hal-hal lama yang baik dan mengambil hal-hal baru yang lebih baik”
Sekian dari saya, semoga bermanfaat. Apabila terdapat banyak kekurangan dalam pidato saya, itu semua milik saya sebagai manusia biasa karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Saya mohon maaf untuk semua kekurangan dan kepada Allah saya mohon maghfirohnya.
Akhirul kalam, wallahul muwafiq ila aqwaamitthariiq, wassalamu alaikum wr. wb
(SN)
